K
|
ucoba membuka mata secara perlahan,
kepalaku terasa sakit. Ku lihat kesekeliling. Ruangan ini sangat sepi hanya ada
aku seorang di dalamnya. Entah bagai mana aku bisa berada di tempat ini, Semua itu masih menjadi pertanyaan
bagiku. Kulihat pintu terbuka, ada seseorang yang masuk. Aku ketakutan jariku
mulai gemetaran. Kulihat seorang wanita sebayaku mulai melangkah memasuki
ruangan menuju ke arahku.
“Bagai mana keadaanmu?” ia
mulai bertanya tentang keadaanku.
“Kepalaku masi terasa sakit.
Tapi, tempat apa ini?” jawabku pada Fira.
“Ini rumah sakit. Tadi kamu
pinsan di koridor sekolah, untung tadi ada Miko yang menolongmu dan membawamu
ke sini. Tadi dia langsung menelponku, jadi aku langsung ke sini untuk melihat
keadaanmu.” Tukasnya menjelaskan apa yang telah terjadi.
“Miko? Lalu dimana dia
sekarang?”
“Dia sudah pulang, dia langsung
pergi setelah membawamu ke sini. Sebenarnya ia melarangku untuk bilang padamu,
kalau dia yang telah menolongmu .” ucapnya sambil mengambil segelas air di meja
dan memberikannya ke arahku.
Fira
adalah sahabatku, sedangkan Miko adalah orang yang sangat ku benci di sekolah.
Karena Miko adalah
sainganku, kami berdua selalu bersaing hampir dalam semua hal. Ia selalu
berkata jika ia tak pernah menganggapku sebagai lawan,tapi aku takpercaya. Tapi
yang terjadi hari ini membuatku tak percaya, Miko menolongku? padahal sikapku
selama ini terhadapnya sangat tidak baik. Aku selalu memarahi dan berkata kasar
padanya.
“Hy sayang. Bagaimana
keadaanmu? Sudah baikkan?” sapa ibu yang baru datang.
“Aku sudah baikan bu. Karna ada Fika yang merawatku sejak tadi.”
“Oh, fira. Terimakasi banyak
telah merawat Dhyla selama tante tak ada.”
“sama-sama tante, lagi pula
bukan fira yang nolongin Dhyla, tapi temen fira, namanya Miko. Tadi Miko yang
bawa Dhyla ke sini, terus langsung nelpon fira. Kalau bukan Miko mungkin Dhyla
masih pingsan di koridor sekolah.”
“Ucapkan terimakasih tante sama
Miko. Bilang kalau tante sangat berterimakasih sama dia karna udah nolongin
Dhyla. Kalau bisa suruh dia kesi kapan-kapan biar tante bisa berterimakasih
secara langsung sama dia.”
“Ia tan, entar Fira sampein ma
Miko.”
“ya udah, tante keluar dulu mau
ketemu dokter. Sayang, mama keluar dulu ya.”
“Ia ma.” Balasku singkat pada
mama.
***
“Hay Dil, gimana keadaan kamu?”
Hari ini Miko datang untuk menjengukku. “Aku udah baikan, makasih karna udah
nolongin aku kemarin.”Ku berterimakasih padanya seraya dengan kepala tertunduk
dan raut wajah bersalah. Semua seketika hening... Namun keheningan itu seketika
pudar saat fira, ibu & Dita muncul dari balik pintu.
“Miko.. kapan kamu datang?” sontak
Fira terkejut karna Miko ada di sini.
“tante, ini Miko temen fira yang udah nolongin Dhyla kemarin.” Sambungnya,
memperkenalkan Miko pada mama.
“Oh, jadi ini yang namanya
Miko...!” Miko tersenyum sembari menundukkan kepalaya. “Miko.. makasih banyak ya karna sudah nolongin Dhyla
kemarin.” Sambungnya. “Iya, sama-sama tante.”Balas Miko singkat.
“Kak Miko pacarnya kak Dhyla
ya..?” cerocos Dita tiba-tiba yang membuat aku dan Miko terkejut dan di sambut
dengan senyuman mama dan Fira yang hampir menjadi tawa.
“Dita, kamu ini apa-apaan sih.
Masih kecil udah ngomong tentang pacar-pacaran, anak kecil tau apa sih..! Miko
itu teman sekelas kakak.” Jawabku dengan
nada kesal.
Seketika dokter masuk kedalam kamar, aku
meliahat ia membawa teman setianya di salah satu katong tas yang ia pegang di
tangan kirinya.
“Selamat
sore semuanya..” sapa dokter pada kami semua.
“Sore dokter.” Jawab mama
singkat di sertai senyum manisnya.
Dokter segera mendekat padaku
dan mengeluarkan suntiknya yang tajam, aku sedikit ketakutan tapi dengan
perlahanku ulurkan lenganku ke arahnya.
“Bu, hasil tes kemarin terhadap
pasien atas nama Vadyla putry yaitu.... positifDemam Berdarah.!” Ucapan
dokter tersebut membuat kami semua terkejut. Yatuhan.. bangai mana mungkin aku
bisa terserang penyati ini. Rasanya aku masih tak percaya. Padahal
ku merasa baik-baik saja, mungkin saja dokter salah, aku pasti hanya kecapean.
***
Telah satu minggu aku berda di
rumah sakit ini, dan selama itu Miko selalu datang ke sini untuk menjengukku.
Dia juga mencatat semua pelajaran dan tugas untukku, bukan hanya mencatatnya
namun dia juga selalu menjelaskannya satu-persatu agar aku tak ketinggalan
pelajaran. Rasanya sangat tak menyangka, harusnya Miko senang karna aku sakit
dan tidak masuk sekolah. Karna itu berarti saingan terberatnya otomatis pasti kalah. Namun
ia malah mengarjarkanku semua ilmu yang ia dapatkan di sekolah. Aku sungguh
merasa bersalah padanya, atas semua yang telah ku lakukan padanya dulu.
***
“Bu, bisa kita bicara
sebentar?” ucap dokter pada mama.
“Baik dok.”
Mama dan dokter segera keluar
dari kamar tempatku di rawat. Aku sedikit penasaran dengan apa yang mereka
berdua bicarakan. Karna tampaknya dokter ingin bicara serius dengan mama.
Mama masuk dengan wajah pucat,
sepertinya ada yang tidak
beres. Aku jadi semakin penasaran sebenarnya ada apa. Wajah mama terlihat
seperti sedang menahan tangis. Ingin sekali rasanya aku menanyakan apa sebenarnya
yang dokter bicarakan pada mama, namun aku menahan rasa itu. Aku tak tega
melihat mama, aku yakin nanti mama pasti akan memberitahukannya padaku.
***
Telah
satu bulan aku berada di rumah sakit. Semakin hari keadaanku semakin memburuk,
lenganku sudah memar berwarna keunguan karna suntikan yang terlalu sering
mendarat di lenganku. Ahirnya aku tau apa penyebab mengapa wajah mama murung
waktu itu.
Penyakit demam berdarahku
ternyata telah mencapai Stadium 3. Betapa cepat penyakit mematikan itu menggerogoti tubuhku ini. Padahal rasanya baru
sebulan lalu aku berlari-lari di sekolah karna terlambat dan menjahili teman juga mengejek Miko di
kantin sekolah.
Astafirullah... jika
mengingatnya, rasanya aku tak punya semangat hidup lagi. Namun Fira dan Miko
selalu memberiku semangat, mama pun selalu berkata kalau aku pasti akan sembuh.
Namun tetap saja, aku yang merasakan bukan mereka. Sejak saat itu aku selalu
berdoa agar tuhan memberiku kesembuhan.
***
Setiap malam saat hendak
tidurku selalu berdoa agar
esokku masih sempat melihat dunia ini. Ku ingin memperbaiki semua kesalahan
yang pernahku perbuat, terlebih lagi pada Miko. Betapa banyak salahku padanya,
saatku mengejek dan merendahkannya dihadapan semua teman-tema namun ia hanya
diam. Air mataku berlinang tanpa sadar saatku mengingat semua kesalahanku di
masa lalu, di saat aku mengejek Miko yang seorang anak penjahit, di saatku
melawan pada mama, dan di saatku berbohong pada mama akan kesalahanku lalu
melimpahkan kesalahan itu pada Dita. Betapa banya salah yangku perbuat selama
ini.
Sekarang aku mengerti mengapa
tuhan memberiku penyakit ini, Ia ingin aku menyadari semua kesalahanku dan
bertobat padanya.
Sejak saat itu setiap hari tak
satu kalipunku meninggalkan shalat, meski harus shalat dengan posisi duduk. Betapa
sejuknya setiap tetes air whudu yang menyentuh kulit ini, dan betapa sejuk dan
damainya hati ini setiap selesai shalat. Mengapa aku tak pernah menyadari semua
itu. Memang benar kata pepatah, bubur telah mendadi nasi. “penyesalan slalu
datang terlambat.”
***
Hari ini keadaanku sedikit
membaik, Miko menamaniku berjalan-jalan di taman. “Miko...”
“iya...” balasnya pelan.
“aku...aku minta maaf..” tatapannya seketika tajam kearahku. Mungkin ia
terkejut dengan ucapanku barusan, mungkin ia telah lama menunggu kalimat itu
meluncur dari bibirku. Karna aku sangat pantang
untuk mengucapkan kalimat itu, apa lagi pada Miko.
Ia terdiam. Ku lihat wajahnya,
ia tampak pujat namun ada senyum manis di wajahnya yang seprti di tahan. Bibir
mungilnya bergetar, tiadaku sangka sebutir air mata menetes dari matanya. Ku
yakin kini perasaannya sedang tak menentu, bahagia, kaget, terharu, sedih,
semua pasti jadi satu.
***
Hari ini aku sangat ingin ke
sekolah, jadi ku minta mama untuk mengantarku. Meski awalnya mama tak
mengijinkan karna kondisiku, namun aku berhasil merayu dan meyakinkan mama jika
aku akan baik-baik saja karna di sana ada Miko dan Fira yang akan selalu
menjagaku.
Betapa
indahnya bisa berada di sekolah kembali, setelah 3 bulan aku berada di rumah sakit yang
membosankan itu. Hari ini aku ingin menikmati semua keindahan yang ada di
sekitarku sebelum aku menutup mata untuk slamanya.
Aku berjalan dengan santai
bagai tanpa beban menyusuri koridor sekolah, semua mata tertuju padaku. Mereka bagai
melihat sesuatu yang sangat mustahil, namun aku tak terkejut. Ku terus
melangkah mungkin mereka terkejut dengan penampilanku yang baru, dengan jilbab
putih yang kini membalut kepalaku dan menutupi rambut panjangku, menutup semua
aurat yang dulu slalu perlihatkan. Aku bahagia bisa menjadi orang yang lebih
baik dari sebelumnya.
Kuberjalan dengan santai ke
arah kelas, jilbab putih yang aku kenakan bagaikan memberiku kekuatan untuk
berjalan dan kepercayaan diri yang sangat besar. Saat ku memasuki kelas, ku
lihat sosok seorang Miko yang menatapku takjub dengan senyuman manisnya.
“Subehanallah...” bibirnya
bergetar menyucap kata takjub melihat sosok diriku yang baru di hadapannya.
“Dhyla.. ini kah dirimu...?”
aku hanya membalasnya dengan senyuman. Ia menatapku seakan tak percaya.
***
Di taman sekolah tak jauh dari
kelas kami aku, Miko, dan Fira tengah duduk di atas rumput yang hijau sembari
bersandar di pohon besar yang tumbuh rindang.
“semalam aku bermimpi bertemu
Ayah.” Kalimat pertama yg keluar dari bibirku yang menghamburkan kehenikan yang
sejak tadi menemani kami.
Mereka menatapku dengan tajam.
Tak heran mereka kaget mendengar
ucapanku barusan. Ayah tlah lama pergi meninggalkan kami semua, saat usiaku berumur 6 tahun dan adikku 3 tahun ayah
mengalami kejelakaan mobil yang sangat mengerikan, kecelakaan itu telah
mengambil nyawa ayah tepat di hari ulang tahunku, itu menjadi kado terpahit
sepanjang hidupku. Namun ku rasa kini aku akan menyusul ayah tepat di tanggal
04 bulan november.
“senyumnya saat itu sangat
indah.” Bibirku kembali menguluarkan kalimat. Pandanganku tetap ke depan jauh
menerawang.
Aku memeluk Fira erat-erat,
betapa beruntungnya aku memilikinya. Ia mengajarkanku bahwa sahabat tak
ternilai harganya. Seburuk apapun diriku selama ini ia tetap ada di sampingku,
sebagai SAHABATKU.
“kau sahabat terbaikku... aku
mencintaimu..” kupeluk ia sembari meneteskan air mata.
Aku berbalik menatap miko, ku
lihat matanya yang tak mampu menahan tagis. Ku peluk ia erat.
“Aku siap dengan segalanya.
Kini ku tenang karna aku telah berubah menjadi orang yang lebih baik karena mu. Aku beruntung karena tuhan memberiku diri mu di ahir sisa
waktuku.” Tubuhku melemas, ia bawa kepalaku bersandar dalam pelukannya. Ku
lihat air matanya yang tak kuasa menahan tangis. Dengan perlahan dan dengan
sisa kekuatanku, ku gapai tangan Fira dan ku genggam dengan erat.
Waktuku tak banyak, namun
setidaknya ku diberi kesempatan tuk perbaiki semua kesalahan ku di masa lalu.
Dengan wajah pucat dan senyum
terakhirku, ku kumpulkan kekuatanku tuk mengucap
“Izinkanku menutup mata tuk melepas dunia,
sembari mengucap MAAF”
***
Ku pergi dengan senyum bahagia.
Ku iklaskan ke pergianku saat ini tuk menghadap Ilahi. Tak ada penyesalan di
hatiku, ada rasa bahagia bisa pergi dengan tenang dalam pelukan dan genggaman
tangan orang yang ku sayangi. Dan di balut jilbab Putih yang indah.
..........................................Tamat..........................................
Untuk Miko:
....Terimakasih
karna telah mengajarkan ku tuk menjadi orang yang lebih baik. Kamu yang telah mengajarkanku arti sebuah kehidupan.
Aku bahagia dengan kepergianku, karna sebelumku pergi aku tlah di beri
kesempatan tuk meerbaiki semuanya dan menjadi orang yang tau arti sebuah
kehidupan. Terimakasih.....
“Dunia ini adalah Fana... dunia
bagaikan panggung sandiwara. Manusia
bagai pemeran dan tuhan adalah sutradara. Tuhan yang telah mengatur semua yang akan terjadi di bumi ini. Jika ia berkehendak, maka itu
lah yang akan terjadi. Dan tak ada satu pun yang mampu mengubah kehendak-Nya.”
.....Izinkanku menutup mata tuk melepas dunia. Sembari mengucap “MAAF’...........
By
Amriani Sakra
Untuk sekedar informasi, cerpen ini sudah cukup lama saya tulis. saat itu ketika kami murid kelas 1 (SMA) di tugaskan untuk membuat sebuah cerpen oleh guru bahasa indonesia. dan... terciptalah cerpen ini....
"Mohon dimaklumi. tulisan tangan anak kecil yang manis ini..." :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar