Selamat malam, hari ini tiba-bisa saja ingin memposting sebuah cerpen.
Cerpen ini saya tulis beberapa tahun lalu, kira-kira ketika masih duduk di
bangku 1 SMA.
Cerpen ini salah satu tulisan yang berharga bagi saya, tulisan sederhana
ini kala itu dibuat oleh tangan gadis kecil yang ingin mengungkapkan rasa
terimakasih dan rasa sayangnya pada seseorang yang teramat penting dalam
hidupnya. Sebuah tanda cinta yang sungguh malu saya persembahkan untuknya yang
tiada henti mencintai dan menyayangi, dari tangannya tercipta kasih yang luar
biasa.
Untuknya,
Saya persembahkan karya sederhana ini.... :)
Doa IBU-ku
S
|
eorang gadis yang berumur 16 tahun. Banyak
hal besar yang tlah terjadi pada diriku semenjak aku terlahir di dunia yang
fana ini. Sejak kecil aku terlahir dengan keadaan yang sangat lemah, begitu
mudah untuk terserang penyakit. Di usiaku 3 bulan telah bebepakali aku keluar
masuk puskesmas. Tapi kedua orangtuaku merawatku dengan sangat baik dan penuh
kasih sayang.
Sejak
kecil aku adalah anak yang sangat nakal, aku terlalu sering berbuat dosa bahkan
membuat kedua orang tuaku malu. Aku tak pernah mau mendengar, hidupku selalu
santai aku tak mau memiliki beban, aku ingin menikmati hidupku.
Di
saat aku berada di bangku kelas 6 sekolah dasar, saat detik-detik penting
menghadapi UN-ku
yang pertama, aku jatuh sakit. Awalnya ku pikir hanya sebuah demam biasa, namun
aku salah penyakit ini mulai membuatku merasakan sakit, aku tak mampu
menyembunyikan sakit itu lagi pada orangtuaku. Hasil lab pertama mengatakan aku
baik-baik saja. Tapi..... hasil lab kedua mengatakan sebaliknya, aku positif mengidam penyakit demam berdarah.
Orangtuaku sontak kaget, akupun begitu. Namun ku rasa hanya sakit yang nantinya
akan sembuh dengan perawatanku di RS. Ternyata aku salah semakin hari kondisi fisikku semakin lemah
dan memburuk, kedua tanganku semakin haripun ikut membengkak dan berubah warna
menjadi ungu akibat suntikan yang selama sebulan terakhir ini terus-meneruk
menusuk kedua lenganku, tapi aku bisa apa itu semua demi kesembuhanku si anak
nakal.
Satu
bulan, dua bulan.. aku mulai merasa bosan hanya berbaring dan
berbaring terus-menerus di
ranjang rumah sakit ini. Aku bosan, aku lelah, aku ingin menatap dunia luar
yang lama tak kulihat. Aku ingin menatap langit biru di sore hari menghirup
udara pagi yang sejuk dan pergi kesekolah seperti teman-temanku yang lain.
Hampir setiap minggu, mereka yang setia
menanti kehadiranku bersama mereka tuk sekedar bercanda seperti dulu dibangku
sekolah datang kerumah untuk
menanyakan keadaanku kepada kakak, tapi kakakpun tak tau harus menjawab apa, mereka
melangkah dengan penuh kecewa meninggalkan kakak yang teriris. Siang ini semua orang tengah berkumpul di
kamar pengap yang sejak dua bulan lalu kuhuni, ada ibu, ayah, tante,
om, kakek dan nenek... semua bercanda
gurau agar suasana kamar yang membosankan dapat sedikit berubah ceria, namun
ucapan dokter itu membuat keheningan seketika di kamar kecil ini. Aku pun tak
mampu berkata apapun, hatiku serasa tertusuk pedang yang tajam. Tapi ku coba
untuk tetap tegar, ku yakin aku pasti sembuh. Yah dokter bilang penyakit yang
menyerang tubuhku ini telah mencapai stadium awal. Stadium
awal, masih stadium awal.. tak akan ada apa-apa… batinku sedikit
goyah.
Di
kamar sebelahku, telah 3 kali berganti pasien, sementara aku masih berada di kamar ini.
Sungguh amat sangat membosankan. Aku juga ingin cepat-cepat keluar dari tempat
sunyi senyap ini. Aroma obat-obatan membuatku tak tahan ditambah lagi dengan
harus melahap nasi lembek setiap hari, aku semakin merasa seperti orang sakit.
Aku ingin berdiri, aku ingin berjalan, aku ingin berlari, aku ingin bermain, aku ingin ke sekolah, aku
ingin menikmati setiap detik demi detik masa kecilku. Aku iri pada anak kecil
yang berlari sambil tertawa yang bermain di depan kamar rumah sakit, tapi apalah daya, aku tak memiliki kekuatan
untuk semua itu.
Setiap
hari ibu tak pernah berhenti berdoa untuk kesembuhanku, bahkan ayah yang amat
sangat jarang untuk salat pun seketika begitu ranjin beribadah dan berdoa untuk
putrinya yang nakal ini. Disetiap waktu ibu bersujud pada-Nya memohon sebuah
keajaiban dating menyapa ditengah-tengah keputusasaan, tetes demi tetes air
mata jatuh dari bola mata yang indah itu. Hati ini teriris, kalbu ini pedih,
dan taka da yang mampu dilakukan raga ini.
Doa yang tak henti-hentinya terucap
bukan dari bibir seorang wanita melainkan dari hati seorang ibu, segala hal
telah ia lakukan, usaha dan doanya tiada tara. Ibu tertidur disampingku,
wajahnya tampak lelah. Senyumnya tak lagi seperti dulu, kini senyum itu
berganti oleh risau. Semakin hari tubuhnya semakin kurus, ia bahkan lupa
waktunya makan, yang ada difikirannya hanyalah apakah si anak nakal ini telah
makan, minum obat, apa cairan impusnya masih ada ?. Ia tak kenal lelah, sebagai
hamba-Nya yang ia tau ini ujian terindah sebagai hamba Sang Pencipta.
Hari
ini hari jum’at... tak terasa aku berada di rumah sakit ini telah hampir 3
bulan, cukup lama bukan. Dari musollah RS terdengar suara azan, pada saat itu
juga aku merasakan sakit yang termat amat sakit, dadaku terasa sesak dan seakan
ditusuk oleh pedang dan kepalaku seakan dibenturkan pada dinding Rumah Sakit
ini. Sebenarnya aku ingin sekali tidur
tapi para perawat itu melarangku, tapi aku tak sanggup untuk menahan rasa sakit
ini jika aku tak tidur. Aku berjuang, ku genggam erat-erat tangan ibuku. Nenek
yang menangis di samping ibuku juga tak tau harus berbuat apa untuk menolong
cucunya ini.
Keadaan semakin memburuk, sakit yang
kurasa membuatku semakin tak berdaya, tetes demi tetes yang keluar dari mata
ibu dan nenek membuatku marah. Mengapa taka da yang mampu ku lakukan, walau
hanya mengusap air mata keduanya.
Akhirnya sakit itu mulai
mereda, aku pun
telah dapat tertidur.. tapi tepat pukul 12 malam aku
terbangun dari tidurku. Aku merasakan sakit yang melebihi sakit yang kurasakan siang tadi, dadaku mulai sesak aku tak
mampu untuk bernafas, sekujur tubuhku menjadi sangat kaku, bahkan untuk
menggerakkan jariku saja teramat sangat sulit. Semua dokter berkumpul di
hadapanku, berusaha menolongku yang tengah kesakitan.
Ku
gerakkan kepalaku dengan pelan dengan seluruh kekuatanku yang tersisia, ku
tatap satu persatu wajah anggota keluargaku, mata mereka semua memerah dan
basah, bahkan ibu sudah tak mampu berdiri lagi. Ku tatap wajah lelah ibu, aku
tau ia sangat ingin menggantikan posisi diriku saat ini. Nenek yang tak pernah
berhenti bedoa, bahkan tak ingin makan, dan berkata “biarkan aku yang
menggantikan posisi cucuku tuhan.. ambil nyawaku dan jangan ambil nyawa cucuku,
ia berhak untuk melihat dunia ini lebih lama lagi. Aku tlah lama hidup tapi
cucuku ia masih baru di dunia ini”.
Kakek...
orang yang paling kejam dan yang paling tegar yang pernah ku kenal, tapi malam
ini, aku menyaksikan langsung ia meneteskan air mata karna tak sanggup
menyaksiakan cucu kecilnya menderita.
Aku
telah lelah.. aku ingin mengakhirinya.. aku ingin istirahat.. aku telah iklas
untuk pergi..........................
Tapi
satu hal yang ku sesali jika aku pergi sekarang, aku belum sempat membuat ibu
dan ayahku tersenyum bangga karna diriku.
Aku
menutup mataku.. aku tertidur dalam alam bawah sadarku... terdengar suara ibu
yang sedang berdoa, bersujud memohon pada pemilik tubuh ini untuk mengizinkanku tetap hidup.
Suara itu terdengar semakin berat, suara tangisanpun semakin terdengar jelas,
setiap kata yang keluar dari bibir ibu seakan menjadi cahaya. Cahaya itu
perlahan semakin dekat denganku, memaksaku membuka kedua mata ini seakan
memaksaku untuk kembali berjuang.
Sebuah mukjizat datang menghampiriku.. doa
ibuku.. doa ibuku yang menolongku kembali menatap dunia. Benar-benar sebuah
mukjizat besar, bertanda tuhan menyayangiku. Ia memberikanku kesempatan untuk
hidup.
Hari
ini, adalah hari pertama di kehidupan keduaku. Terimakasih tuhan... Engkau beri kesempatan untuk hambamu
yang tak tau berterimakasih ini untuk
tetap hidup, meski kondisi tubuhku tak sama lagi seperti dulu.. tapi aku bahagia.
“….terimakasi, wanita terhebat yang pernah kutemui
dalam hidup ini, terimasih Tuhan.. Engkau mengizinkanku lahir dari seorang
wanita yang kuat dan begitu sabar. Terimakasih akan besarnya rasa cinta, maaf
untuk tetes demi tetes air mata yang menggores kalbu… Mama… tak ada yang
berarti dalam rangkaian kata demi kata yang tertuang, hanya saja ini yang mampu
kuberikan detik ini. Satu pintaku, teruslah berdiri sampingku sampai engkau
merasa bangga memiliku….
Aku
hidup karna doa ibuku.................. :)
Amriani
Sakra-