Sabtu, 25 Juni 2016

^^



Selamat malam, hari ini tiba-bisa saja ingin memposting sebuah cerpen.
Cerpen ini saya tulis beberapa tahun lalu, kira-kira ketika masih duduk di bangku 1 SMA.
Cerpen ini salah satu tulisan yang berharga bagi saya, tulisan sederhana ini kala itu dibuat oleh tangan gadis kecil yang ingin mengungkapkan rasa terimakasih dan rasa sayangnya pada seseorang yang teramat penting dalam hidupnya. Sebuah tanda cinta yang sungguh malu saya persembahkan untuknya yang tiada henti mencintai dan menyayangi, dari tangannya tercipta kasih yang luar biasa.
Untuknya,
Saya persembahkan karya sederhana ini.... :)

Doa IBU-ku
S
eorang gadis yang berumur 16 tahun. Banyak hal besar yang tlah terjadi pada diriku semenjak aku terlahir di dunia yang fana ini. Sejak kecil aku terlahir dengan keadaan yang sangat lemah, begitu mudah untuk terserang penyakit. Di usiaku 3 bulan telah bebepakali aku keluar masuk puskesmas. Tapi kedua orangtuaku merawatku dengan sangat baik dan penuh kasih sayang.
          
         Sejak kecil aku adalah anak yang sangat nakal, aku terlalu sering berbuat dosa bahkan membuat kedua orang tuaku malu. Aku tak pernah mau mendengar, hidupku selalu santai aku tak mau memiliki beban, aku ingin menikmati hidupku.

          Di saat aku berada di bangku kelas 6 sekolah dasar, saat detik-detik penting menghadapi UN-ku yang pertama, aku jatuh sakit. Awalnya ku pikir hanya sebuah demam biasa, namun aku salah penyakit ini mulai membuatku merasakan sakit, aku tak mampu menyembunyikan sakit itu lagi pada orangtuaku. Hasil lab pertama mengatakan aku baik-baik saja. Tapi..... hasil lab kedua mengatakan sebaliknya, aku positif mengidam penyakit demam berdarah. Orangtuaku sontak kaget, akupun begitu. Namun ku rasa hanya sakit yang nantinya akan sembuh dengan perawatanku di RS. Ternyata aku salah  semakin hari kondisi fisikku semakin lemah dan memburuk, kedua tanganku semakin haripun ikut membengkak dan berubah warna menjadi ungu akibat suntikan yang selama sebulan terakhir ini terus-meneruk menusuk kedua lenganku, tapi aku bisa apa itu semua demi kesembuhanku si anak nakal.

          Satu bulan, dua bulan.. aku mulai merasa bosan hanya berbaring dan berbaring terus-menerus di ranjang rumah sakit ini. Aku bosan, aku lelah, aku ingin menatap dunia luar yang lama tak kulihat. Aku ingin menatap langit biru di sore hari menghirup udara pagi yang sejuk dan pergi kesekolah seperti teman-temanku yang lain.

          Hampir setiap minggu, mereka yang setia menanti kehadiranku bersama mereka tuk sekedar bercanda seperti dulu dibangku sekolah datang kerumah untuk menanyakan keadaanku kepada kakak, tapi kakakpun tak tau harus menjawab apa, mereka melangkah dengan penuh kecewa meninggalkan kakak yang teriris. Siang ini semua orang tengah berkumpul di kamar pengap yang sejak dua bulan lalu kuhuni,  ada ibu, ayah, tante, om, kakek dan nenek... semua bercanda gurau agar suasana kamar yang membosankan dapat sedikit berubah ceria, namun ucapan dokter itu membuat keheningan seketika di kamar kecil ini. Aku pun tak mampu berkata apapun, hatiku serasa tertusuk pedang yang tajam. Tapi ku coba untuk tetap tegar, ku yakin aku pasti sembuh. Yah dokter bilang penyakit yang menyerang tubuhku ini telah mencapai stadium awal.  Stadium awal, masih stadium awal.. tak akan ada apa-apa… batinku sedikit goyah.

          Di kamar sebelahku, telah 3 kali berganti pasien, sementara aku masih berada di kamar ini. Sungguh amat sangat membosankan. Aku juga ingin cepat-cepat keluar dari tempat sunyi senyap ini. Aroma obat-obatan membuatku tak tahan ditambah lagi dengan harus melahap nasi lembek setiap hari, aku semakin merasa seperti orang sakit. Aku ingin berdiri, aku ingin berjalan, aku ingin berlari, aku ingin bermain, aku ingin ke sekolah, aku ingin menikmati setiap detik demi detik masa kecilku. Aku iri pada anak kecil yang berlari sambil tertawa yang bermain di depan kamar rumah sakit, tapi apalah daya, aku tak memiliki kekuatan untuk semua itu.

          Setiap hari ibu tak pernah berhenti berdoa untuk kesembuhanku, bahkan ayah yang amat sangat jarang untuk salat pun seketika begitu ranjin beribadah dan berdoa untuk putrinya yang nakal ini. Disetiap waktu ibu bersujud pada-Nya memohon sebuah keajaiban dating menyapa ditengah-tengah keputusasaan, tetes demi tetes air mata jatuh dari bola mata yang indah itu. Hati ini teriris, kalbu ini pedih, dan taka da yang mampu dilakukan raga ini.
          Doa yang tak henti-hentinya terucap bukan dari bibir seorang wanita melainkan dari hati seorang ibu, segala hal telah ia lakukan, usaha dan doanya tiada tara. Ibu tertidur disampingku, wajahnya tampak lelah. Senyumnya tak lagi seperti dulu, kini senyum itu berganti oleh risau. Semakin hari tubuhnya semakin kurus, ia bahkan lupa waktunya makan, yang ada difikirannya hanyalah apakah si anak nakal ini telah makan, minum obat, apa cairan impusnya masih ada ?. Ia tak kenal lelah, sebagai hamba-Nya yang ia tau ini ujian terindah sebagai hamba Sang Pencipta.

          Hari ini hari jum’at... tak terasa aku berada di rumah sakit ini telah hampir 3 bulan, cukup lama bukan. Dari musollah RS terdengar suara azan, pada saat itu juga aku merasakan sakit yang termat amat sakit, dadaku terasa sesak dan seakan ditusuk oleh pedang dan kepalaku seakan dibenturkan pada dinding Rumah Sakit ini. Sebenarnya  aku ingin sekali tidur tapi para perawat itu melarangku, tapi aku tak sanggup untuk menahan rasa sakit ini jika aku tak tidur. Aku berjuang, ku genggam erat-erat tangan ibuku. Nenek yang menangis di samping ibuku juga tak tau harus berbuat apa untuk menolong cucunya ini.

          Keadaan semakin memburuk, sakit yang kurasa membuatku semakin tak berdaya, tetes demi tetes yang keluar dari mata ibu dan nenek membuatku marah. Mengapa taka da yang mampu ku lakukan, walau hanya mengusap air mata keduanya.

          Akhirnya sakit itu mulai mereda, aku pun telah dapat tertidur.. tapi tepat pukul 12 malam aku terbangun dari tidurku. Aku merasakan sakit yang melebihi sakit yang kurasakan siang tadi, dadaku mulai sesak aku tak mampu untuk bernafas, sekujur tubuhku menjadi sangat kaku, bahkan untuk menggerakkan jariku saja teramat sangat sulit. Semua dokter berkumpul di hadapanku, berusaha menolongku yang tengah kesakitan. 

          Ku gerakkan kepalaku dengan pelan dengan seluruh kekuatanku yang tersisia, ku tatap satu persatu wajah anggota keluargaku, mata mereka semua memerah dan basah, bahkan ibu sudah tak mampu berdiri lagi. Ku tatap wajah lelah ibu, aku tau ia sangat ingin menggantikan posisi diriku saat ini. Nenek yang tak pernah berhenti bedoa, bahkan tak ingin makan, dan berkata “biarkan aku yang menggantikan posisi cucuku tuhan.. ambil nyawaku dan jangan ambil nyawa cucuku, ia berhak untuk melihat dunia ini lebih lama lagi. Aku tlah lama hidup tapi cucuku ia masih baru di dunia ini”. 

          Kakek... orang yang paling kejam dan yang paling tegar yang pernah ku kenal, tapi malam ini, aku menyaksikan langsung ia meneteskan air mata karna tak sanggup menyaksiakan cucu kecilnya menderita.

          Aku telah lelah.. aku ingin mengakhirinya.. aku ingin istirahat.. aku telah iklas untuk pergi.......................... 

          Tapi satu hal yang ku sesali jika aku pergi sekarang, aku belum sempat membuat ibu dan ayahku tersenyum bangga karna diriku.

          Aku menutup mataku.. aku tertidur dalam alam bawah sadarku... terdengar suara ibu yang sedang berdoa, bersujud memohon pada pemilik tubuh ini untuk mengizinkanku tetap hidup. Suara itu terdengar semakin berat, suara tangisanpun semakin terdengar jelas, setiap kata yang keluar dari bibir ibu seakan menjadi cahaya. Cahaya itu perlahan semakin dekat denganku, memaksaku membuka kedua mata ini seakan memaksaku untuk kembali berjuang.

 Sebuah mukjizat datang menghampiriku.. doa ibuku.. doa ibuku yang menolongku kembali menatap dunia. Benar-benar sebuah mukjizat besar, bertanda tuhan menyayangiku. Ia memberikanku kesempatan untuk hidup. 

          Hari ini, adalah hari pertama di kehidupan keduaku. Terimakasih tuhan... Engkau beri kesempatan untuk hambamu yang tak tau berterimakasih ini untuk tetap hidup, meski kondisi tubuhku tak sama lagi seperti dulu.. tapi aku bahagia.

“….terimakasi, wanita terhebat yang pernah kutemui dalam hidup ini, terimasih Tuhan.. Engkau mengizinkanku lahir dari seorang wanita yang kuat dan begitu sabar. Terimakasih akan besarnya rasa cinta, maaf untuk tetes demi tetes air mata yang menggores kalbu… Mama… tak ada yang berarti dalam rangkaian kata demi kata yang tertuang, hanya saja ini yang mampu kuberikan detik ini. Satu pintaku, teruslah berdiri sampingku sampai engkau merasa bangga memiliku….

          Aku hidup karna doa ibuku.................. :)

Amriani Sakra-