Rabu, 21 November 2018

First Takoyaki (Visit Japan)

Ditulis 08 September 2018



Malam ini, aku sedang berbaring diatas kasur lipat dibawah selimut tebal mencari kehangatan untuk malam yang dingin. 23°c suhu saat ini dan sepertinya akan terus menurun mengingat kini telah memasuki masa akhir musim panas sekaligus peralihan menuju musim semi yang ku tunggu-tunggu.

Malam ini, Takoyaki menjadi santapan malam kami. sebuah makanan khas jepang yang berbentuk bola. Perlahan, aku belajar membuatnya, menyenangkan dan cukup mudah untuk ku yang tak pandai di dapur.



kami duduk didepan tv sambil memasak takoyaki, seraya menyaksikan siaran berita di tv. Yah, setelah angin topan hebat mengguncang jepang beberapa hari yang lalu, esoknya sebuah gempa kembali menyapa. Gempa yang tidak bisa disebut biasa, nyatanya gempa kali ini menyebabkan beberapa gunung menjadi longsor dan persawahan terbelah menjadi dua seakan membuka sebuah jalan yang entah untuk siapa. Bisa dibilang gempa kali ini lebih dahsyat ketimbang gempa lombok dan gempa ini akan terus terjadi setiap tahunnya. Bisa dibilang bencana alam adalah santapan wajib bagi negeri yang tergolong negara maju ini. Pemerintah jepang cukup terguncang kali ini, seakan tak ada habis-habisnya soal ujian untuk mereka. Tapi satuhal yang ku pelajari dari negeri ini, fakta bahwa seseorang yang kuat tidak pernah terlahir dari guncangan yang ringan! Dia yang berdiri kokoh hari ini adalah dia yang telah sukses menghadapi ribuah rintangan dan dia yang hari ini memesona, membuat iri dengan semua yang dia punya ternyata adalah dia yang dahulu pernah diterjang badai, gempa, topan bahkan tsunami dahsyat. Mungkin kita harus sedikit belajar, tak hanya iri dengan kesuksesan yang orang lain raih hari ini, tapi juga dengan raaa sakit dan perjuangan yang ia dekap untuk bisa sampai pada titik itu sekarang.

Aku kembali teringat tentang malam dimana angin topan masih bertamasya melahap apapun yang ia temui di beberapa kota, mata ku tak mampu terpejam karena angin yang sangat ribut diluar sana, memaksa para dedaunan membuat suara ribut dan pepohonan menari-nari tapi sebenarnya yang paling membuat ku tidak bisa tidur adalah ketika Apato bergetar hebat, meja dan lemari bergoyang. pikir ku saat itu adalah "betapa dahsyatnya angin diluar sana? apato sampai bergetar karenanya" dan esok paginya aku kembali terbangun karena merasakan guncangan yang sama seperti malam harinya, atap bergetar begitupun lantai tempat ku berbaring. Kakak tiba-tiba menggeser pintu kamar lalu berkata "Tadi ngerasain gempa?"
"Tadi itu gempa?" tanya ku.
"Iya, kayaknya hampir 5" aku tercengang. Sarapan pagi yang sangat luar biasa sedang ku santap saat itu. Lalu mengapa kami semua baik-baik saja? ternyata, rahasianya adalah setiap bagunan yang ada dijepang dirancang anti gempa. maka, saat gempa terjadi tak lantas memporak porandakannya. Aku sersyukur juga kagum.

Hal yang baru ku dengar dari kakak beberapa hari yang lalu, sebelum kedatangan ku, sebuah jembatan rubuh akibat gempa dan setelah tiga hari semua kembali pulih seperti sedia kala, seakan tak pernah terjadi apa-apa. Mengagumkan, tpak salah jika negeri ini dinobatkan sebagai negara maju. selain tentang arsiterktur mengagumkan yang akan ku ceritakan di postingan selanjutnya juga tentang betapa tertib meski sedikit egoisnya negeri ini

tak lupa dalam sesi memasak kami malam ini terselip cerita tentang cinta juga rasa. "Banyak laki² diluar sana yang terlihat baik bahkan sangat baik, tapi tidak menjadi jaminan dia mampu meneria setiap kekurangan dan mau berbagi sayang pada keluarga. Cari laki² yang tidak hanya mencintai istrinya tapi juga keluarga istrinya. karena setiap laki-laki memiliki caranya dalam mencintai dan tidak semua laki² mampu menerima seperti wanita menerima" kurasa kakak benar, sesungguhnya sesempurna apapun seseorang, semakin mengenalnya maka akan semakin teihat cela darinya.

sepertinya cinta memang tak hanya sebatas kata sayang atau I love you, tapi sebuah rasa yang terus tumbuh meski cara menyampaikannya telah berubah :)

Entah hal apa lagi yang esok akan ku pelajari tentang negeri ini. Tapi apapun itu, seperti kata seseorang, "Sejauh apapun kaki melangkah, akan ada titik jenuhnya juga. Dan hanya rumahlah tempatnya kembali pulang"

Aku tak pernah tau tentang apakah menyenangkan membaca tulisan-tulisan yang kubuat, yang ku tau hanyalah terasa hangat setiap kali selesai menulisnya :)


Ayy
selamat malam untuk rasa juga udara dingin yang menembus cela-cela jendela malam ini.

Tsukuba, 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar